PENDAPAT HUKUM

(Legal Opinion)

A. POSISI KASUS 

  1. Peristiwa berawal dari warga perumahan meka asia mengirimkan video banjir kepada media Bernama inside Lombok melalui instragram pada hari senin, 10 Februari 2025. Kemudian oleh pihak inside Lombok mengupload video tersebut di akun instragramnya.
  2. Pada hari Selasa, 11 Februari 2025, salah satu warga perumahan Meka Asia menginformasikan kepada beberapa wartawan mengenai akan diselenggarakannya mediasi antara warga dengan pihak developer Perumahan Meka asia kepada beberapa Wartawan. Kemudian salah satu tersebut menginfomasikan kepada Yudina. Berdasarkan informasi tersebut, yudina bersama beberapa rekan jurnalis mendatangi kantor PT Meka Asia untuk melakukan liputan dan komfirmasi terkait pristiwa banjir yang terjadi di Perumahan Meka asia.
  3. Saat ingin masuk untuk meliput kegiatan mediasi antara warga dengan developer Meka Asia, para wartawan dilarang meliputi oleh pihak developer. Sehingga para wartawan menunggu sampai selesai mediasi antara warga perumahan dengan pihak developer.
  4. Setelah mediasi tersebut, para wartawan meminta untuk mengkonfirmasi keluhan warga kepada pihak developer. Saat pertemuan berlangsung, pihak wartawan mempertanykan media masing masing wartwan yang hadir. Setelah pihak devlopver mengetahui Yudina sebagai wartawan inside Lombok. Yudina langsung mendapatkan tekanan verbal yang mempertanyakan kredibilitasnya sebagai jurnalis. dikarenakan inside Lombok merilis berita tentang banjir yang terjadi di perumahan meka asia.
  5. Merasa terintimidasi, Yudina meninggalkan ruangan dalam keadaan menangis. Kemudian seorang staf developer diduga mengejar, menarik tangan, dan meremas wajah Yudina. Akibat kejadian ini, Yudina mengalami syok dan trauma
  6. Sedangkan wartawan yang lain, tetap melakukan wawancara dengan developer Perumahan Meka asia mengani banjir yang terjadi di perumahan maka asia.

B. ASUMSI DAN KUALIFIKASI

Pendapat hukum ini disusun berdasarkan data-data yang didapat secara langsung dari korban, artikel-artikel pendukung yang terdapat di media sosial serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. DASAR HUKUM 

  1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
  3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
  4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  5. Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

D. PERTANYAAN HUKUM

  1. Pelanggaran hukum dan HAM apa saja yang terjadi pada kasus ini?
  2. Siapakah pelaku dan pihak yang bertanggungjawab pada kasus ini?
  3. Bagaimana bentuk advokasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peneyelesaian kasus ini?

E. PEMBAHASAN 

Bahwa Kegiatan peliputan merupakan kegiatan untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan atau infomasi. Dimana saat itu, Yudina ingin melakukan peliputan terkait mediasi antara warga dengan pihak developer serta mendapatkan informasi lebih lanjut yang penting untuk diketahui oleh public

Bahawa Kegiatan peliputan yang dilakukan oleh Yudina dan rekan rekan media dilindungi oleh aturan yang termuat dalam pasal 4 ayat 3 undang – undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dengan bunyi sebagai berikut; “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”

Bahwa kedatangan yudina dan rekan- rekan wartawan yang lain di kantor developer PT Meka Asia pada tanggal 11 Februari 2024, merupakan kegiatan peliputan terkait dengan permasalahan banjir yang terjadi di perumahan meka asia di Kabupaten Lombok Barat. Karena warga perumahan meka asia menginformasikan kepada wartawan mengenai kegiatan mediasi antara Pihak developer dengan warga meka asia. Infomasi tersebut, berkedudukan sebagai undangan kepada wartawan.

Bahwa sehingga pihak atau siapapun tidak boleh melarang jurnalis untuk mencari informasi, memperoleh informasi dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sebab hal tersebut telah dilindungi dan dijamin oleh negara dan pemeritah sebagaimana diatur pada Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999  Tentang Pers dengan bunyi sebagai berikut;

(1)Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 

I. Apa saja pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi dalam kasus ini?

1. Pelanggaran terhadap Kemerdekaan Pers dan Akses Pubik terhadap Informasi

Kemerdekaan pers dijamin secara eksplisit oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dalam konteks kasus ini khususya diatur pada Pasal 18 ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kemedkaan pers dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)”

Dalam konteks kasus ini, pelarangan terhadap wartawan untuk masuk dan melakukan peliputan dalam mediasi antara warga dan pihak developer PT Meka Asia adalah bentuk nyata dari tindakan penghalangan kerja jurnalistik. Larangan bukan hanya tidak berdasar secara hukum, tetapi juga mengabaikan prinsip transparansi dalam penyelesaian sengketa pubik antara warga dan Perusahaan pengembang perumahan.

Kemerdekaan pers bukan hanya tentang kebebeasan media untuk menerbitkan berita, tetapi juga mencakup hak jurnalis untuk mencari dan memperoleh informasi di ruang publik. Ketika wartawan dilarang untuk meliput sebuah peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum—seperti banjir yang menimpa warga perumahan—maka hal ini merupakan bentuk represifitas terhadap fungsi kontrol sosial yang dijalankan oleh media.

Selain melanggar UU Pers, tindakan penghalangan ini juga melanggar prinsip keterbukaan informasi publik—menghalangi akses publik terhadap informasi—terutama jika informasi tersebut menyakngkut tanggung jawab sosial dari pengembang terhadap warga.

2. Tindakan Intimidasi dan Kekerasan

Kekerasan yang terjadi pada korban, baik secara verbal maupun fisik, merupakan bentuk kekerasan yang harus dilihat dalam berbagai lapisan hukum.

  • Pasal 352 KUHP mengatur tentang penganiayaan ringan, yaitu segala bentuk kekerasan fisik yang tidak menyebabkan luka berat namun tetap menyerang integritas fisik seseorang. Dalam kasus ini, penarikan tangan dan peremasan wajah dapat dikualifikasikan sebagai bentuk tindakan penganiayaan ringan.
  • Pasal 335 KUHP menyangkut tindakan memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dalam kasus ini, korban mendapatkan kekerasan fisik dan verbal sebagai bentuk pemaksaan untuk tidak melakukan peliputan, hal tersebut dapat sesuai dengan bentuk tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal ini.
  • Dari perspektif hak asasi manusia, tindakan tersebut melanggar Pasal 3 UU No, 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, erlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Selain itu, pasal 17 UU HAM enegaskan bahwa tidak seroang pun boleh dinekai perlakuan yang merendakan martabat kemanusiaannya.

Yudina sebagai jurnalis tidak hanya diserang secar fisik, tetapi juga secara psikologis dan professional. Trauma yang dialami tidak bisa dianggap remeh atau diinvalidasi karena berkaitan dengan keamanan kerja journalist di apangan dan hak atas rasa aman sebagai warga negara.

3. Pelanggaran atas Hak atas Informasi dan Kebebasan Ekspresi

Hak atas informasi dan kebebasan berekspresi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh:

  • Pasal 28F UUD 1945
  • Pasal 14 UU HAM
  • Pasal 23 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005)

Tindakan pihak developer yang menghalangi perliputan serta memperlakukan jurnalis dengan kekerasan dan intimidasi adalah bentuk pelanggaran langsung terhadap hak-hak tersebut. Tidak hanya melanggar hak jurnalis sebagai individu, tapi juga melanggar hak public untuk mendapatkan ifnormasi yang akurat, terpercaya dan independent. Jurnalis merupakan perpanjangan tangan dari hak publik atas informasi. Jika jurnlis dikekang maka public juga kehilangan haknya untuk mengetahui. Hal ini bukan hanya pelanggaran terhadap satu profesi, tapi terhadap system demokrasi secara keseluruhan.

II. Siapa saja pelaku dan pihak yang bertanggung jawab?

1. Pelaku Langsung:

  • Staf developer yang melakukan kekerasan fisik terhadap Yudina.
  • Pihak developer yang memberikan tekanan verbal dan mempertanyakan kredibilitas Yudina.

2. Pihak yang Bertanggung Jawab Secara Hukum:

  • PT Meka Asia sebagai institusi, atas kelalaian dan/atau pembiaran tindakan kekerasan oleh stafnya.
  • Manajemen PT Meka Asia yang tidak memberikan akses kepada pers dan tidak mengendalikan tindakan stafnya.

III. Langkah Advokasi Strategi Litigasi dan Non Litigasi

A. Strategi Litigasi

1. Laporan Pidana 

Pelaku telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur pada Pasal 352 serta 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Tindakan yang dilakukan oleh pelaku merupakan dugaan tindak pidana sebagaimana yang diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 352 yang berbunyi sebagai berikut melaporkan staf developer ke kepolisian atas dugaan penganiayaan sebagaimana yang diatur pada Pasal 352 KUHP, ancaman untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu menggunakan kekerasan sebagaimana yang diatur pada Pasal 335 KUHP.

Tindakan pelaku merupakan tindak pidana penghalang-halangan kerja jurnalistik

Tindakan yang dilakukan pelaku pada kasus ini merupakan pelanggaran terhadap kemerdekaan pers, khususnya dalam bentuk penghaang-halangan kerja pers. Lebih lanjut, penghalang-halangan kerja pers eupaan tindak pidana sebagaimana yang diatur pada Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (UU Pers).

Untuk dapat memperkuat argumentasi bahwa terdapat tindak pidana berupa penghalang-halangan kerja Pers, perlu dilakukan pembedahan pasal yang bersangkutan untuk menganilisis pemenuhan unsur-unsur pada Pasal tersebut. Unsur-Unsur Pasal 18 ayat (1) UU Pers adalah sebagai berikut;

  1. Setiap orang 
  2. secara melawan hukum
  3. sengaja melakukan tindakan yang
  4. berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3)

Bahwa setiap unsur yang termuat dalam Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers harus terpenuhi untuk dapat suatu perbutan dikategorikan sebagai tindak pidana pers. Maka perlu menjelaskan setiap unsur yang ada Pasal 18 ayat (1) Undang Undang yang dikaitikan dengan kasus ini. adapun penjelasan ini sebagai berikut;

  1. unsur “setiap orang
    pengertian setiap orang yakni orang perorangan dan badan hukum.
  2. unsur “ secara melawan hukum
    secara melawan hukum adalah suatu perbuatan yang berntentangan dengan undang – undang dan bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat
  3. unsur “berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3)”
    Menurut Kamus besar Indonesoa mengahabat adalah suatu perbuatan yang membuat Sesutu terhambat atau tidak lancar. Sedangkan menghalangi adalah pebuatan merintagi atau menutup suatu proses yang mengakibatkan tidak terlaksananya suatu rencana atau tidak terlaksananya suatu rencana

Bahwa unsur “setiap orang” dalam Pasal 18 Undang – Undang  Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dalam kasus ini yakni perbuatan dilakukan Oleh developer Perumahan Meka Asia yang merupakan berstatus Badan Hukum. Sehingga unsur setiap orang telah terpenuhi.

Bahwa Unsur “secara Melawan Hukum” yang dikaitkan dengan kasus ini.  pihak developer Meka Asia melakukan persikusi dan intimidasi terhadap Yudina nujumul Qur’ani saat melakukan peliputan. Bahwa Tindakan intimidasi tersebut merupakan pandangan pihak Deveplover Meka Asia yang tidak mengakui dan menghormati Hak Asasi Manusia dan khususnya Wartawan dalam kerja jurnalistik. Sehingga bertentangan dengan Pasal 28E dan Pasal 28F Undang Undang Dasar 1945 dengan bunyi sebagai berikut;

Pasal 28E

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat 

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikas dan memperoleh infomasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan social, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,mengolah, dan menyampaikan infomasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia 

Bahwa dengan demikian, unsur secara melawan hukum telah terpenuhi dalam kasus ini.

Unsur “berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3)” merupakan akibat dari unsur secara melawan hukum. Akibat dari Tindakan intimidasi yang dilakukan oleh developer Meka Asia mengakibatkan yudina tidak dapat menjalankan kerja peliputannya. Sehingga unsur tersbeut telah terpenuhi.

Bahwa berdasarkan paparan di atas, pihak developer Meka Asia yang melakukan Tindakan intimidasi terhadap yudina pada saat menjalankan kerja – kerja junalitik telah memenuhi unsur Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Pihak Developer Meka Asia Juga melanggaran ketentuan Pasal 28E dan 28F Undang Undang Dasar 1945.

Bahwa dengan demikian, cukup kuat dan beralasan disimpulkan bahwa pihak developer meka asia diduga telah melakukan tindak pidana pers sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

2. Pengajuan Gugatan Perdata

Dasar Gugatan: Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Gugatan perdata dalam kasus ini dapat diajukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang menyatakan: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum, dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dalam konteks kasus ini, PT Meka Asia dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) karena:

  1. Menghalangi jurnalis menjalankan tugas jurnalistiknya;
  2. Membiarkan atau tidak mencegah tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis oleh stafnya;
  3. Gagal menjamin keamanan dan perlindungan terhadap pihak luar yang sedang berada dalam wilayah operasional perusahaan.

Subjek Tanggung Jawab: PT Meka Asia sebagai Badan Hukum

Sebagai entitas berbadan hukum, PT Meka Asia memiliki tanggung jawab korporasi (corporate liability) atas:

  • Tindakan dan kelalaian karyawannya selama berada dalam lingkup pekerjaan,
  • Kegagalan sistemik dalam mencegah pelanggaran hak,
  • Pelanggaran terhadap norma hukum dan sosial yang mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga.

Merujuk pada doktrin vicarious liability (tanggung jawab atas tindakan bawahan), perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban apabila stafnya melakukan tindakan melanggar hukum dalam konteks pekerjaannya atau dengan pengetahuan dan pembiaran dari perusahaan.

Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Kasus Ini

  1. Perbuatan yang melawan hukum:
    • Menghalangi peliputan (melanggar UU Pers).
    • Intimidasi dan kekerasan (melanggar KUHP dan HAM).
    • Gagal menjalankan kewajiban kehati-hatian (due diligence) sebagai pengelola ruang publik/perusahaan.
  2. Kelalaian/Pembiaran:
    • PT Meka Asia membiarkan stafnya melakukan kekerasan, tidak segera menindak pelaku, dan tidak menyampaikan permintaan maaf/respons resmi.
  3. Kerugian nyata:
    • Korban mengalami trauma psikologis, rasa takut, kehilangan rasa aman, dan kerugian moral serta profesional sebagai jurnalis.
  4. Hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian:
    • Kekerasan yang dilakukan staf developer secara langsung menyebabkan penderitaan psikis dan kerugian reputasi bagi korban.

Bentuk Gugatan dan Permintaan Ganti Rugi

Dalam gugatan perdata ini, korban dapat meminta:

  1. Ganti rugi materiil:
    • Biaya perawatan psikis atau medis.
    • Potensi kehilangan pendapatan akibat dampak profesional.
  2. Ganti rugi immateriil:
    • Kerugian akibat trauma, rasa takut, dan dampak reputasi.
    • Pelanggaran terhadap martabat dan rasa aman korban.
  3. Pernyataan tanggung jawab dan permintaan maaf terbuka dari PT Meka Asia sebagai bentuk pengakuan publik atas pelanggaran yang terjadi.
  4. Tuntutan agar perusahaan memperbaiki kebijakan internal terkait keamanan dan keterbukaan terhadap jurnalis serta penanganan kekerasan di lingkungan kerjanya.

Tujuan Strategis Gugatan Perdata

  1. Memberikan keadilan bagi korban secara utuh, tidak hanya secara pidana, tetapi juga dalam bentuk pemulihan martabat dan kerugian.
  2. Mendorong akuntabilitas perusahaan secara hukum dan sosial, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
  3. Mengirim pesan kepada pelaku industri dan korporasi, bahwa tindakan intimidatif terhadap jurnalis bukan hanya berdampak pidana, tetapi juga dapat berujung pada tuntutan perdata yang serius.

B. Strategi Non-Litigasi

1. Kampanye Media dan Publikasi

Membangun tekanan publik dan solidaritas masyarakat melalui penyebaran informasi di media sosial dan kanal media lainnya terkait kekerasan yang dialami jurnalis. Hal ini juga diperlukan dalam rangka mengawal proses hukum yang dilakukan pada strategi litigasi agar penegak hukum dapat dengan serius memberikan perhatian dalam melakukan penanganan kasus ini.

Langkah:

  • Mengederkan kronologi kejadian secara terverifikasi melalui media sosial, mdia alteratif dan siaran pers.
  • Membuat konten visual (infografis, video pendek, kutipan saksi atau ahli) untuk mengjangkau publik luas
  • Membangun dan memperluas jaringan dengan tokoh publik, influencer atau organisasi masyarakt sipil
2. Membuat Aduan Ke Komnas HAM

Jaminan pemenuhan hak atas kemerdekaan pers merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari isu hak asasi manusia khususnya hak atas rasa aman, bebeas dari kekerasan serta kebebasan berpendapat dan berekspresi. Pelanggaran yang terjadi pada kasus ini perlu mendapatkan atensi dari Komnas HAM sehingga advokasi strategi litigasi seperti pelaporan pidananya juga turut dapat dipantau dan mendapatkan dorongan dari Komnas HAM.

Komnas HAM memiliki kewenangan menerima dan menyelidiki aduan masyarakat mengenai pelanggaran HAM serta mengeluarkan rekomendasi kepada lembaga negara terkait. Hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 76 dan 89 UU No. 39/1999 tentang HAM. Selanjutnya, Pasal 1 dan 6 UU HAM juga mengatur bahwa HAM meliputi hak atas keamanan pribadi dan perlinudngan dari intimidasi dan kekerasan. Kedua Pasal tersebut merupakan legitimasi untuk mengupayakan mempertebal lapisan advokasi melaui kanal aduan Komnas HAM.

Langkah:

  • Mengajukan pengaduan resmi melalui form pengaduan Komnas HAM
  • Melampirkan kronologi, bukti-bukti, serta permintaan agar Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi dan memantau proses penegakan hukum
3. Membuat Aduan Ke Dewan Pers

Dewan Pers merupakan lembaga negara independen non pemerintahan yang memiliki tugas dan fungsi sebagai garda pengaman kemerdekaan pers. Kasus yang menimpa korban merupakan pelanggaran terhadap kerja-kerja jurnalistik yang berdampak pada terlanggarnya hak atas kemerdekaan pers. Meminta perlindungan dan penyelesaian etik atas penghalangan kerja jurnalistik serta kekerrasan terhadap jurnalis, sebagaimana mandat Dewan Pers daam menjaga kemerdekaan pers dan melindung profesi jurnalis diatur pada Pasal 15 UU Pers.

Langkah:

  • Mengisi form aduan pengaduan onine atau datang langsung ke sekteraiat Dewan Pers
  • Meampirkan laporan kejadia, nama pelaku, bukti visual serta keterangan saksi bila ada.
4. Mengajukan Permohonan Perlindungan Ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

Untuk memastikan keamanan dan pemulihan korban, baik secara fisik maupun psikis, selama proses hukum berlangsung, korban dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. Sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlidungan Saksi dan Korban, LPSK memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan, termasuk perlindungan psiskis dan bantuan medis. LPSK juga dapat memberikan perlindungan atas ancaman yang menghalangi proses hukum, termasuk kepada jurnalis korban kekerasan.

5. Pendampingan Psikologis untuk Korban

Pendampingan korban kekerasan harus dilaksanakan secara holistik. Hal ini dilakukan dalam rangka mengedepankan pemulihan korban khususnya atas trauma psikologis yang ditimbulkan akibat tindakan kekerasan dan intimidasi.

Langkah:

  • Menghubungi lembaga psikologi forensik, organisasi bantuan korban kekerasan, atau klinik psikologi denga spesialisasi trauma
  • Melibatkan psikolog atau psikiater dalam pendapingan intensif termasuk dalam proses hukum jika dibutuhkan visum psikiatrikum.
6. Berjejaring dengan Organisasi Pers

Menggalang dukungan dari organisasi jurnalis untuk memperkuat advokasi hukum memperluas jangakuan kampanye, dan memperept respons public serta lembaga negara terhadap kasus ini.

Langkah:

  • Menyebarkan atensi dan mengumpulkan dukungan dari organisasi yang memiliki perhatian khusus terhadap isu kemerdekaan pers seperti: AJI Indonesia, PPMN, dan lain sebagainya
  • Melakukan konferensi pers atau menyusun siaran pers sebagai bentuk pernyataan sikap atas solidaritas

F. KESIMPULAN

  1. Terjadi pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers dan hak asasi manusia dalam peristiwa yang menimpa jurnalis Yudina, yakni berupa penghalangan kerja jurnalistik, intimidasi verbal, serta kekerasan fisik oleh staf PT Meka Asia. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran terhadap:
    • Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1).
    • KUHP, khususnya Pasal 352 tentang penganiayaan ringan dan Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.
    • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, termasuk hak atas rasa aman, martabat, dan kebebasan berekspresi.
    • Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28F, yang menjamin hak atas informasi dan kebebasan komunikasi.
  2. Pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum dalam kasus ini mencakup pelaku langsung (staf yang melakukan kekerasan), serta pihak manajemen PT Meka Asia secara kelembagaan, karena tidak hanya membiarkan kekerasan terjadi, tetapi juga menolak akuntabilitas publik terhadap persoalan banjir yang menyangkut warga.
  3. Tindakan terhadap Yudina tidak hanya menyasar individu, tetapi juga menjadi ancaman terhadap kemerdekaan pers secara kolektif dan hak publik untuk mendapatkan informasi, yang merupakan fondasi negara demokratis.

G. REKOMENDASI

Melaksanakan strategi advokasi baik secara litigasi maupun non litigasi sebagaimana dipaparkan pada bab sebelumnya di atas.

Share this post

Tentang

Lembaga Studi & Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat (LSBH NTB). Didirikan pada 20 Mei 2003 dan berbadan hukum sejak 2015 (No. AHU–0020075.AH.01.07).


Alamat

Jl. Gn. Tambora, Kompleks Gomong Square, No. 23, Dasan Agung Baru, Kec. Selaparang, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83371

Kontak

Social Media

Privacy Preference Center